counters

07/01/12

bolehkah minta cerai karena suami mempunyai hutang yang banyak?

Pertanyaan:
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Saya hanya ingin menanyakan, apakah diperbolehkan seorang istri meninggalkan suaminya yang sudah tidak sanggup lagi menafkahi keluarga? Alasannya, karena suami tersebut sedang dililit hutang yang sangat banyak. Karena hal tersebut malah istri yang menafkahi keluarga, sedangkan si suami hanya sanggup untuk menutupi hutang-hutangnya tersebut. Apakah perceraian menjadi jalan terbaik untuk kasus keluarga seperti ini?
Saya mohon pencerahannya!
Sebelum dan sesudahnya saya ucapkan terima kasih.
Wassalam

Dari: H.Daman Huri

Jawaban:

Wa’alaikumussalam

Dibolehkan adanya talak dan perceraian antara suami istri jika ada kebutuhan dan sebab tertentu. Di antaranya adalah ketika suami tidak lagi mampu menafkahi istrinya disebabkan utang atau yang lainnya. Ini merupakan pendapat Imam Malik, Imam Syafi’i, dan Imam Ahmad. Mereka menyatakan bahwa suami istri bisa dipisahkan dengan keputusan dari hakim (KUA) disebabkan tidak adanya nafkah dari sang suami. (Fiqh Sunah, 2:281)

Diantara dalil yang menguatkan pendapat ini adalah:
Pertama, suami berhak untuk mempertahankan istrinya dengan bertanggung jawab memperlakukan istrinya dengan ma’ruf (baik) atau melepas istrinya sampai selesai masa iddah setelah talak dengan cara yang ihsan (berbuat baik). Allah berfirman,

فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوف أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ

“Pertahankan istrimu dengan (perlakuan) yang baik atau biarkan istrimu menyelesaikan masa idah (setelah talak) dengan baik.” (QS. Al-Baqarah: 229)
Sementara kita semua sadar bahwa tidak memberikan nafkah kepada keluarga karena masalah tertentu bertentangan dengan tanggung jawab suami untuk memperlakukan istrinya dengan baik.

Kedua, Allah melarang untuk membahayakan dan memberatkan orang lain. Termasuk melarang pasangan suami istri untuk saling memberatkan satu sama lain. Allah berfirman,

ولا تمسكوهن ضرارا لتعتدوا

“Janganlah kamu pertahankan mereka untuk memberi kemudharatan, karena dengan demikian kamu menganiaya mereka.” (QS. Al-Baqarah: 231)
Sementara kita semua sadar, bahwa di antara bentuk yang memberatkan dan membahayakan istri adalah suami tidak memberikan nafkah kepadanya. Sayid Sabiq mengatakan, “Wajib bagi hakim (KUA) untuk menghilangkan sesuatu yang memberatkan dan membahayakan ini.” (Fiqh Sunnah, 2:288)

Ketiga, satu hal yang telah disepakati para ulama bahwa hakim (KUA) berhak untuk memisahkan (baca: menjatuhkan cerai) disebabkan kepergian suami meninggalkan istrinya. Untuk itu, ketidakmampuan suami memberikan nafkah, yang itu lebih menyakitkan bagi istrinya, keadaannya justru lebih parah. Sehingga hakim lebih berhak untuk memisahkannya. (Fiqh Sabiq, 2:288)

Dalam Fatwa Syabakah Islamiyah dinyatakan:
Allah membolehkan adanya talak ketika ada kebutuhan. Allah berfirman,

فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوف أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ

“Pertahankan istrimu dengan (perlakuan) yang baik atau biarkan istrimu menyelesaikan masa idah (setelah talak) dengan baik.” (QS. Al-Baqarah: 229)
Karena itu, apabila suami terlilit utang, sehingga tidak mampu menunaikan hak istrinya dan memberikan nafkah kepadanya maka selayaknya suami membiarkan istrinya untuk menyelesaikan masa iddah dengan baik, meskipun istrinya tidak menginginkannya, dan suami ini tidak berdosa.

Apabila si istri ini menuntut cerai disebabkan suami tidak mampu memberikan nafkah, maka suami WAJIB mengabulkannya. Akan tetapi, jika istrinya ridha dengan keadaan suami, tidak mengharapkan nafkah dari suami atau harta lainnya maka sebaiknya tidak meminta cerai, karena istri ingin selalu bersama suaminya.
(Fatawa Syabakah Islamiyah, no.112011)
Allahu a’lam

Ditulis oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah)
Artikel www.KonsultasiSyariah.com

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More