Sebentar lagi bulan suci ramadhan 1433 H tiba, tapi banyak sekali masyarakat indonesia yang masih senang dengan amalan yang tidak di contohkan dan bid'ah.
Bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh dengan barakah dan penuh dengan keutamaan. Allah subhanahu wa ta’ala
telah mensyariatkan dalam bulan tersebut berbagai macam amalan ibadah
yang banyak agar manusia semakin mendekatkan diri kepada-Nya. Akan
tetapi sebagian dari kaum muslimin berpaling dari keutamaan ini dan
membuat cara-cara baru dalam beribadah. Mereka lupa firman Allah ta’ala, “Pada hari ini Aku telah menyempurnakan agama kalian.”
(QS. Al-Maidah: 3). Mereka ingin melalaikan manusia dari ibadah yang
disyariatkan. Mereka tidak merasa cukup dengan apa yang telah
dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat beliau ridhwanullahi ‘alaihim ajma’iin.
Oleh sebab itu pada tulisan ini kami mencoba mengangkat beberapa amalan bid’ah yang banyak dilakukan oleh kaum muslimin, yaitu amalan-amalan yang dilakukan akan tetapi tidak diajarkan oleh Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam maupun para sahabat beliau, semoga dengan mengetahuinya kaum muslimin bisa meninggalkan perbuatan tersebut.
Bid’ah Berzikir Dengan Keras Setelah Salam Shalat Tarawih
Berzikir dengan suara keras setelah melakukan salam pada shalat
tarawih dengan dikomandani oleh satu suara adalah perbuatan yang tidak
disyariatkan. Begitu pula perkataan muazin, “assholaatu yarhakumullah”
dan yang semisal dengan perkataan tersebut ketika hendak melaksanakan
shalat tarawih, perbuatan ini juga tidak disyariatkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
tidak pula oleh para sahabat maupun orang-orang yang mengikuti mereka
dengan baik. Oleh karena itu hendaklah kita merasa cukup dengan sesuatu
yang telah mereka contohkan. Seluruh kebaikan adalah dengan mengikuti
jejak mereka dan segala keburukan adalah dengan membuat-buat perkara
baru yang tidak ada tuntunannya dari mereka.
Membangunkan Orang-Orang untuk Sahur
Perbuatan ini merupakan salah satu bid’ah yang tidak pernah dilakukan pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
beliau tidak pernah memerintahkan hal ini. Perbedaan tata-cara
membangunkan sahur dari tiap-tiap daerah juga menunjukkan tidak
disyariatkannya hal ini, padahal jika seandainya perkara ini
disyariatkan maka tentunya mereka tidak akan berselisih.
Melafazkan Niat
Melafazkan niat ketika hendak melaksanakan puasa Ramadhan adalah
tradisi yang dilakukan oleh banyak kaum muslimin, tidak terkecuali di
negeri kita. Di antara yang kita jumpai adalah imam masjid shalat
tarawih ketika selesai melaksanakan shalat witir mereka mengomandoi
untuk bersama-sama membaca niat untuk melakukan puasa besok harinya.
Perbuatan ini adalah perbuatan yang tidak di contohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
juga orang-orang saleh setelah beliau. Yang sesuai tuntunan adalah
berniat untuk melaksanakan puasa pada malam hari sebelumnya cukup dengan
meniatkan dalam hati saja, tanpa dilafazkan.
Imsak
Tradisi imsak, sudah menjadi tren yang dilakukan kaum muslimin
ketika ramadhan. Ketika waktu sudah hampir fajar, maka sebagian orang
meneriakkan “imsak, imsak…” supaya orang-orang tidak lagi makan dan
minum padahal saat itu adalah waktu yang bahkan Rasulullah menganjurkan
kita untuk makan dan minum. Sahabat Anas meriwayatkan dari Zaid bin
Sabit radhiyallahu ‘anhuma, “Kami makan sahur bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
kemudian beliau shalat. Maka kata Anas, “Berapa lama jarak antara azan
dan sahur?”, Zaid menjawab, “Kira-kira 50 ayat membaca ayat
al-Qur’an.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Menunda Azan Magrib Dengan Alasan Kehati-Hatian
Hal ini bertentangan dengan perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menganjurkan kita untuk menyegerakan berbuka. Rasulullah bersabda,
Takbiran
Yaitu menyambut datangnya ied dengan mengeraskan membaca takbir dan memukul bedug pada malam ied. Perbuatan ini tidak disyariatkan, yang sesuai dengan sunah adalah melakukan takbir ketika keluar rumah hendak melaksanakan shalat ied sampai tiba di lapangan tempat melaksanakan shalat ied.
Padusan
Yaitu Mandi besar pada satu hari menjelang satu ramadhan dimulai. Perbuatan ini tidak disyariatkan dalam agama ini, yang menjadi syarat untuk melakukan puasa ramadhan adalah niat untuk berpuasa esok pada malam sebelum puasa, adapun mandi junub untuk puasa Ramadhan tidak ada tuntunannya dari Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Mendahului Puasa Satu Hari Atau Dua Hari Sebelumnya
Rasulullah telah melarang mendahului puasa ramadhan dengan melakukan puasa pada dua hari terakhir di bulan sya’ban, kecuali bagi yang memang sudah terbiasa puasa pada jadwal tersebut, misalnya puasa senin kamis atau puasa dawud. Rasulullah bersabda, “Janganlah kalian mendahului puasa ramadhan dengan melakukan puasa satu hari atau dua hari sebelumnya. Kecuali bagi yang terbiasa melakukan puasa pada hari tersebut maka tidak apa-apa baginya untuk berpuasa.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Perayaan Nuzulul Qur’an
Yaitu melaksanakan perayaan pada tanggal 17 Ramadhan, untuk mengenang saat-saat diturunkannya al-Qur’an. Perbuatan ini tidak ada tuntunannya dari praktek Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, begitu pula para sahabat sepeninggal beliau.
Berziarah Kubur Karena Ramadhan
Tradisi ziarah kubur menjelang atau sesudah ramadhan banyak dilakukan oleh kaum muslimin, bahkan di antara mereka ada yang sampai berlebihan dengan melakukan perbuatan-perbuatan syirik di sana. Perbuatan ini tidak disyariatkan. Ziarah kubur dianjurkan agar kita teringat dengan kematian dan akhirat, akan tetapi mengkhususkannya karena even tertentu tidak ada tuntunannya dari Rasulullah maupun para sahabat ridhwanullahi ‘alaihim ajma’iin.
Inilah beberapa bid’ah yang dilakukan oleh sebagian kaum muslimin, khususnya di negeri kita, semoga Allah ta’ala memberikan kita ilmu yang bermanfaat, sehingga kita bisa meninggalkan perkara-perkara tersebut dan melakukan perbuatan yang sesuai dengan tuntunan Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Berikut adalah beberapa kesalahan yang dilakukan di bulan Ramadhan yang tersebar luas di tengah-tengah kaum muslimin.
Mengkhususkan Ziarah Kubur Menjelang Ramadhan
Tidaklah tepat keyakinan bahwa menjelang bulan Ramadhan adalah waktu utama untuk menziarahi kubur orang tua atau kerabat (yang dikenal dengan “nyadran”). Kita boleh setiap saat melakukan ziarah kubur agar hati kita semakin lembut karena mengingat kematian. Namun masalahnya adalah jika seseorang mengkhususkan ziarah kubur pada waktu tertentu dan meyakini bahwa menjelang Ramadhan adalah waktu utama untuk nyadran atau nyekar. Ini sungguh suatu kekeliruan karena tidak ada dasar dari ajaran Islam yang menuntunkan hal ini.
Padusan, Mandi Besar, atau Keramasan Menyambut Ramadhan
Tidaklah tepat amalan sebagian orang yang menyambut bulan Ramadhan dengan mandi besar atau keramasan terlebih dahulu. Amalan seperti ini juga tidak ada tuntunannya sama sekali dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lebih parahnya lagi mandi semacam ini (yang dikenal dengan “padusan”) ada juga yang melakukannya campur baur laki-laki dan perempuan dalam satu tempat pemandian. Ini sungguh merupakan kesalahan yang besar karena tidak mengindahkan aturan Islam. Bagaimana mungkin Ramadhan disambut dengan perbuatan yang bisa mendatangkan murka Allah?!
Menetapkan Awal Ramadhan dengan Hisab
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Ibnu Bazizah mengatakan,”Madzhab ini (yang menetapkan awal ramadhan dengan hisab) adalah madzhab bathil dan syari’at ini telah melarang mendalami ilmu nujum (hisab) karena ilmu ini hanya sekedar perkiraan (dzon) dan bukanlah ilmu yang pasti (qoth’i) atau persangkaan kuat. Maka seandainya suatu perkara (misalnya penentuan awal ramadhan, pen) hanya dikaitkan dengan ilmu hisab ini maka agama ini akan menjadi sempit karena tidak ada yang menguasai ilmu hisab ini kecuali sedikit sekali.” (Fathul Baari, 6/156)
Mendahului Ramadhan dengan Berpuasa Satu atau Dua Hari Sebelumnya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Pada hari tersebut juga dilarang untuk berpuasa karena hari tersebut adalah hari yang meragukan. Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Melafazhkan Niat “Nawaitu Shouma Ghodin…”
Sebenarnya tidak ada tuntunan sama sekali untuk melafazhkan niat semacam ini karena tidak adanya dasar dari perintah atau perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, begitu pula dari para sahabat. Letak niat sebenarnya adalah dalam hati dan bukan di lisan. An Nawawi rahimahullah –ulama besar dalam Madzhab Syafi’i- mengatakan,
Membangunkan “Sahur … Sahur”
Sebenarnya Islam sudah memiliki tatacara sendiri untuk menunjukkan waktu bolehnya makan dan minum yaitu dengan adzan pertama sebelum adzan shubuh. Sedangkan adzan kedua ketika adzan shubuh adalah untuk menunjukkan diharamkannya makan dan minum. Inilah cara untuk memberitahu kaum muslimin bahwa masih diperbolehkan makan dan minum dan memberitahukan berakhirnya waktu sahur. Sehingga tidak tepat jika membangunkan kaum muslimin dengan meneriakkan “sahur … sahur ….” baik melalui speaker atau pun datang ke rumah-rumah seperti mengetuk pintu. Cara membangunkan seperti ini sungguh tidak ada tuntunannya sama sekali dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga tidak pernah dilakukan oleh generasi terbaik dari ummat ini. Jadi, hendaklah yang dilakukan adalah melaksanakan dua kali adzan. Adzan pertama untuk menunjukkan masih dibolehkannya makan dan minum. Adzan kedua untuk menunjukkan diharamkannya makan dan minum. Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu memiliki nasehat yang indah, “Ikutilah (petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, pen), janganlah membuat bid’ah. Karena (sunnah) itu sudah cukup bagi kalian.” (Lihat pembahasan at Tashiir di Al Bida’ Al Hawliyah, hal. 334-336)
Pensyariatan Waktu Imsak (Berhenti makan 10 atau 15 menit sebelum waktu shubuh)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Dalam hadits Anas dari Zaid bin Tsabit bahwasanya beliau pernah makan sahur bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri untuk menunaikan shalat. Kemudian Anas berkata, “Berapa lama jarak antara adzan Shubuh dan sahur kalian?” Kemudian Zaid berkata, “Sekitar 50 ayat.” (HR. Bukhari dan Muslim). Lihatlah berapa lama jarak antara sahur dan adzan? Apakah satu jam?! Jawabnya: Tidak terlalu lama, bahkan sangat dekat dengan waktu adzan shubuh yaitu sekitar membaca 50 ayat Al Qur’an (sekitar 10 atau 15 menit)
Do’a Ketika Berbuka “Allahumma Laka Shumtu wa Bika Aamantu…”
Ada beberapa riwayat yang membicarakan do’a ketika berbuka semacam ini. Di antaranya adalah dalam Sunan Abu Daud no. 2357, Ibnus Sunni dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah no. 481 dan no. 482. Namun hadits-hadits yang membicarakan amalan ini adalah hadits-hadits yang lemah. Di antara hadits tersebut ada yang mursal yang dinilai lemah oleh para ulama pakar hadits. Juga ada perowi yang meriwayatkan hadits tersebut yang dinilai lemah dan pendusta (Lihat Dho’if Abu Daud no. 2011 dan catatan kaki Al Adzkar yang ditakhrij oleh ‘Ishomuddin Ash Shobaabtiy).
Adapun do’a yang dianjurkan ketika berbuka adalah,
Dzikir Jama’ah Dengan Dikomandoi dalam Shalat Tarawih dan Shalat Lima Waktu
Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah tatkala menjelaskan mengenai dzikir setelah shalat, “Tidak diperbolehkan para jama’ah membaca dizkir secara berjama’ah. Akan tetapi yang tepat adalah setiap orang membaca dzikir sendiri-sendiri tanpa dikomandai oleh yang lain. Karena dzikir secara berjama’ah (bersama-sama) adalah sesuatu yang tidak ada tuntunannya dalam syari’at Islam yang suci ini.” (Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 11/189)
“Ash Sholaatul Jaami’ah…” untuk Menyeru Jama’ah dalam Shalat Tarawih
Ulama-ulama Hambali berpendapat bahwa tidak ada ucapan untuk memanggil jama’ah dengan ucapan “Ash Sholaatul Jaami’ah…” Menurut mereka, ini termasuk perkara yang diada-adakan (baca: bid’ah). (Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, 2/9634, Asy Syamilah)
Bubar Terlebih Dahulu Sebelum Imam Selesai Shalat Malam
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Perayaan Nuzulul Qur’an
Perayaan Nuzulul Qur’an sama sekali tidak pernah dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, juga tidak pernah dicontohkan oleh para sahabat. Para ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah mengatakan,
Membayar Zakat Fithri dengan Uang
Syaikh Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz mengatakan, “Seandainya mata uang dianggap sah dalam membayar zakat fithri, tentu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam akan menjelaskan hal ini. Alasannya, karena tidak boleh bagi beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengakhirkan penjelasan padahal sedang dibutuhkan. Seandainya beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam membayar zakat fithri dengan uang, tentu para sahabat –radhiyallahu ‘anhum- akan menukil berita tersebut. Kami juga tidak mengetahui ada seorang sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang membayar zakat fithri dengan uang. Padahal para sahabat adalah manusia yang paling mengetahui sunnah (ajaran) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan orang yang paling bersemangat dalam menjalankan sunnahnya. Seandainya ada di antara mereka yang membayar zakat fithri dengan uang, tentu hal ini akan dinukil sebagaimana perkataan dan perbuatan mereka yang berkaitan dengan syari’at lainnya dinukil (sampai pada kita).” (Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 14/208-211)
Tidak Mau Mengembalikan Keputusan Penetapan Hari Raya kepada Pemerintah
Al Lajnah Ad Da’imah, komisi Fatwa di Saudi Arabia mengatakan, “Jika di negeri tersebut terjadi perselisihan pendapat (tentang penetapan 1 Syawal), maka hendaklah dikembalikan pada keputusan penguasa muslim di negeri tersebut. Jika penguasa tersebut memilih suatu pendapat, hilanglah perselisihan yang ada dan setiap muslim di negeri tersebut wajib mengikuti pendapatnya.” (Fatawa no. 388)
Demikian beberapa kesalahan atau kekeliruan di bulan Ramadhan yang mesti kita tinggalkan dan mesti kita menasehati saudara kita yang lain untuk meninggalkannya. Tentu saja nasehat ini dengan lemah lembut dan penuh hikmah.
Semoga Allah memberi kita petunjuk, ketakwaan, sifat ‘afaf (menjauhkan diri dari hal yang tidak diperbolehkan) dan memberikan kita kecukupan. Semoga Allah memperbaiki keadaan setiap orang yang membaca risalah ini.
Wa shallallahu wa salaamu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi ajma’in. Walhamdulillahi rabbil ‘alamin.
***
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.muslim.or.id
0 komentar:
Posting Komentar